Kamis, 05 Januari 2012

Posted by ADMIN | File under :

Kondisi situs Trowulan, Mojokerto yang diduga sebagai situs ibu kota Majapahit, namun belum diketahui secara proposional menjadikan permasalahan tersendiri. Apalagi masyarakat sebagai pihak yang paling dekat dengan situs, kerap kali dianggap merusak situs melalui industri batu-bata.

Oleh karena itu diperlukan upaya pelestarian sebagai ujung tombak penyelamatan situs Trowulan. Meski pada tahun 1985 sudah ada master plan untuk pengembangan situs, diperlukan keterpaduan dan kerja sama dengan semua pihak untuk upaya penyelamatan situs Trowulan. Salah satu langkah strategisnya adalah pengembangan situs Trowulan sebagai kawasan cagar budaya nasional.

Demikian diungkapkan Dirjen Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Hari Untoro Drajat ketika membuka Dialog Nasional bertema Situs Ibu Kota Kerajaan Majapahit dan Pengembangannya sebagai Kawasan Cagar Budaya Nasional, Selasa malam (10/11), di Pacet.



Dalam acara yang prakarsai oleh Gotrah Wilwatikta dan Diasporabud Kabupaten Mojokerto itu, Hari mengatakan perlu adanya paradigma baru dalam pengembangan situs Trowulan ke depan. ”Perlu pelibatan masyarakat dalam pengembangan situs,” katanya.

Selain itu, menurutnya, terkait dengan pusat informasi Majapahit, pihaknya mengaku akan membuka peluang untuk upaya penggalian dan penelitian seluas-luasnya. Itu nampak pada upaya pelestarian benda-benda purbakala. ”Yaitu pemberdayaan masyarakat, kemudian penyamaian visi tentang pelestarian yang sesuai dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait,” kata pria yang datang mewakili dari Menteri Budaya dan Pariwisata itu.

Sementara itu sebelumnya, Bupati Mojokerto Suwandi menekankan perlunya langkah strategis untuk pelestarian situs Trowulan. Yaitu dengan menetapkan situis trowulan sebagai kawasan cagar budaya nasional.

Suwandi juga menekankan mengenai kepedulian dan kerjasama semua pihak agar kesejahteraan masyarakat Trowulan bisa terangkat. ”Dialog Nasional ini merupakan langkah awal penanganan situs ibu kota Majapahit,” ujarnya kala itu.

Dalam dialog nasional ini memiliki target yang ingin dicapai. Yaitu, pertama, tercapainya kesepakatan nasional tentang batas-batas dan tata ruang ibu kota Kerajaan Majapahit. Kedua, rekomendasi kepada pemerintah untuk menetapkan situs ibu kota Kerajaan Majapahit sebagai kawasan cagar budaya nasional.

Ketiga, terjadinya kemitraan dari pemerintah baik pusat maupun daerah, kelompok peduli, masyarakat, dan swasta secara harmonis agar terbentuk program kemitraan yang terpadu untuk penyelamatan, pelestarian, perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatna situs Majapahit.

Pembukaan dialog nasional yang diadakan di Hotel Sativa Pacet tersebut dihadiri oleh berbagai undangan dan peserta dialog sekitar 200 orang. Forum Silahturahmi Keraton Se-Nusantara (FSKN) juga datang dalam pembukaan tersebut. Raja-raja dari Kesultanan Madura, Bima dan berbagai tempat di Indonesia.

Narasumber seperti KH Mustofa Bisri dan Sri Sultan Hamengkubuwono X urung datang dalam acara tersebut. Namun para pemateri dari kalangan akademisi yang mulai kemarin menyampaikan materi hadir dalam pembukaan. Para akedemisi tersebut adalah Prof Dr Mundardjito, Drs Nurhadi Rangkuti, Drs Daud Aris Tanudirjo, dan Prof Dr M Zaidun.

0 komentar:

Posting Komentar